Jumat, 16 Desember 2016

Gerakan Sosial Kemanusiaan Muhammadiyah



BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
         Muhammadiyah merupakan suatu organisasi sosial keagamaan, artinya Muhammadiyah bergerak dalam ranah sosial dan agama. Mengapa demikian? Inilah yang sering menjadi pertanyaan kita. Jawabannya sudah pasti ada pada zaman dulu  ketika KH. Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah untuk pertama kalinya. Bagaimana kemudian kita ketahui bersama kondisi geografis dan sosial yang ada di Yogyakarta saat itu, Sebagian besar masyarakat masih menganut faham kejawen. Njawani itu bagus, tapi menganut kejawen itu yang kurang bagus. Karena dalam faham kejawen terdapat ritual-ritual sama persis seperti yang dilakukan umat hindu. Penyembahan terhadap makhluk hidup sering dilakukan. Hal inilah yang kemudian membuat Darwis menjadi miris dan serasa tersayat. Bagaimana bisa di Yogyakarta masih ada masyarakat yang menyembah pohon, dan menaruh sesaji dibawahnya. Kalau bahasa anak sekarang mungkin, “ndak habis fikir, kok sek usu ?”.
             "Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama?.Itulah orang yang menghardik anak yatim.dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin.Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat.(yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya.orang-orang yang berbuat riya.dan enggan (menolong dengan) barang berguna." (QS. Al-Maun: 1-7).
Ayat di atas merupakan basis ideologi perjuangan Muhammadiyah yang memberikan landasan keberpihakan kepada kaum lemah (dhu’afa’) dan kaum teraniaya (mustadh’afin). Semangat Al-Ma’un merupakan dasar pijakan dalam pengembangan awal gerakan “PRO-Penolong Kesengsaraan Oemoem” dengan tokoh Kyai Sudjak di awal pendirian Muhammadiyah tahun 1912. Penerjemahan tersebut disesuaikan dengan munculnya gagasan baru tentang pembentukan masyarakat sipil atau masyarakat madani atau masyarakat yang beradab. Masyarakat madani yang dimaksud dalam hal ini adalah masyarakat yang terbuka dan bermartabat.
Muhammadiyah mempunyai cita-cita sosial, yakni “kesejahteraan, dan kemakmuran masyarakat yang diridhai Allah”. Dari sini kita ketahui bahwa Muhammadiyah menghendaki terciptanya negara yang baik dan penuh akan ampunan Allah. Inilah interpretasi dari ungkapan Islam adalah agama rahmatan lil ‘alamin. Bagaimana kita lihat kemudian Muhammadiyah sejak didirikan oleh Kyai Dahlan, sampai kepemimpinan yang sekarang masih berusaha untuk menjalin komunikasi yang baik, dan memberikan pelayanan sosial terhadap masyarakat. Hal inilah yang menjadi penting dalam perkembangan Muhammadiyah.
1.2. Rumusan Masalah
      Rumusan masalah yang dapat di tarik dari penjelasan latar belakang adalah, sebagai berikut :
1.      Bagaimana Bentuk Gerakan Sosial Kemanusiaan Muhammadiyah dalam Bidang Kesehatan?
2.      Bagaimana Bentuk Gerakan Sosial Kemanusiaan Muhammadiyah dalam Bidang Kesejahteraan Sosial ?
3.      Bagaimana Sebenarnya Makna Muhammadiyah dalam gerakan sosial?
1,3. Tujuan Pembahasan
      Tujuan dari pembahasan ini adalah dapat menjelaskan dan memahami bagaimana bentuk gerakan sosial kemanusiaan  muhammadiyah dalam bidang kesehatan, kesejahteraan sosial dan makna Muhammadiyah dalam gerakan sosial.







BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Teori
Mansoer Fakih menyatakan bahwa Gerakan Sosial dapat diartikan sebagai kelompok yang terorganisir secara tidak ketat dalam rangka tujuan sosial terutama dalam usaha merubah struktur maupun nilai sosial.[1] Dan gerakan sosial menurut Sosiologi sendiri adalah aktifitas sosial berupa gerakan sejenis tindakan sekelompok yang merupakan kelompok informal yang berbetuk organisasi, berjumlah besar atau individu yang secara spesifik berfokus pada suatu isu-isu sosial atau politik dengan melaksanakan, menolak, atau mengkampanyekan sebuah perubahan sosial.
 Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Gerakan sosial adalah tindakan atau agitasi terencana  yang dilakukan oleh suatu kelompok masyarakat  yang  disertai program terencana dan ditujukan pada suatu perubahan atau sebagai gerakan perlawanan untuk melestarikan  pola-pola  dan  lembaga masyarakat yang ada.[2]Gerakan sosial adalah gerakan suatu organisasi atau kelompok orang yang bermaksud mengadakan perubahan terhadap struktur sosial yang ada, serta untuk membangun kehidupan baru yang lebih baik.
 2.2 Konsep Gerakan Sosial
Menurut Cook (1995), gerakan sosial mencakup beberapa konsep, yaitu berorientasi perubahan (change oroented goals), tingkat organisasi (some degree of organization), tingkat kontinyuitas yang sifatnya temporal (degree of temproral continuity), dan aksi kolektif di luar lembaga (aksi jalanan) dan di dalam lembaga/lobi politik (some extrainstitutional and institutional).


BAB II
       PEMBAHASAN
3.1. Bentuk Gerakan Sosial Kemanusiaan Muhammadiyah dalam Bidang Kesehatan
Dalam amal usaha bidang kesehatan, Muhammadiyah telah dan terus mengembangkan layanan kesehatan masyarakat, sebagai bentuk kepedulian. Balai-balai pengobatan seperti rumah sakit PKU (Pembina Kesejahteraan Umat) Muhammadiyah, yang pada masa berdirinya Muhammadiyah bernama PKO (Penolong Kesengsaraan Oemat), kini mulai meningkat baik kuantitas maupun kualitasnya. Berdasarkan situs resmi Muhammadiyah, Amal Usaha Muhammadiyah & Aisyiyah Bidang Kesehatan  pada tahun 2010, sebagai berikut:
1.      Rumah sakit umum, berjumlah 71.
2.      Rumah bersalin, berjumlah 49.
3.      Balai Kesehatan Ibu dan Anak, berjumlah 117.
4.      Balai Kesehatan Masyarat, berjumlah 11.
5.      Balai Pengobatan, berjumlah 47.
6.      Apotek dan KB, berjumlah 4.
3.2. Bentuk Gerakan Sosial Kemanusiaan Muhammadiyah dalam Bidang Kesejahteraan Sosial
Dalam amal usaha bidang Kesejahteraan Sosial, Muhammadiyah telah dan terus mengembangkan layanan sosial, sebagai bentuk kepedulian Muhammadiyah. Berdasarkan situs resmi muhammadiyah, pada tahun 2010 tentang balai-balai kesejahteraan social diantara-nya sebagai berikut:
1.      Panti Asuhan Yatim, berjumlah 421.
2.      Panti Jompo, berjumlah 9.
3.      Panti Asuhan Keluarga, berjumlah 78.
4.      Panti Cacat Netra, berjumlah 1.
5.      Santunan Kematian, berjumlah 38.
6.      BPKM, berjumlah 15.[3]

3.3. Bagaimana Sebenarnya Makna Muhammadiyah Dalam Gerakan Sosial
Amal sosial kesehatan Muhammadiyah
         Sebagai gerakan dakwah amar makruf nahi munkar, selain lembaga pendidikan, Muhammadiyah juga mendirikan berbagai bentuk lembaga layanan kesehatan yang bersifat modern, seperti rumah sakit (PKO), klinik dan balai-balai pengobatan alternatif. [4]Lembaga kesehatan yang dibentuk oleh Muhammadiyah sangat berkaitan dengan pandangan Muhammadiyah terhadap islam. Bahwa didalam islam, upaya menciptakan kesejahteraan sosial, baik itu secara materi maupun secara fisik bagi diri sendiri atau sesame oranglain merupakan suatu kewajiban yang tidak boleh ditinggalkan oleh Muhammadiyah. Oleh karena itu Muhammadiyah sangat memerlukan lembaga kesehatan seperti rumah sakit dan balai pengobatan sebagai tempat membantu kesehatan dan kesejahteraan umat, terutama bagi mereka yang tidak mampu.[5]  
        Dorongan utama bagi Muhammadiyah dalam mendirikan lembaga kesehatan tersebut menjadi kebutuhan yang utama bagi umat, sebab ditengah-tengah meluasnya kesengsaraan umat, baik itu akibat alam maupun akibat eksploitasi pemerintahan asing terhadap bangsa Indonesia, mengakibatkan banyaknya para korban dan orang-orang yang sakit namun tidak memiliki kemampuan secara ekonomi unuk berobat. Sehingga sangat wajar saja pada saat itu, sebagian besar masyarakat lebih cenderung berobat pada dukun-dukun sebagai tempat pengobatan alternative bagi masyarakat.
         Dalam konteks sosial yang seperti inilah, Muhammadiyah kemudian merespon problem tersebut secara nyata, dan dalam rangka membantu kesengsaraa umat diatas, pada tahun 1918 secara independen, resmilah Muhammadiyah mendirikan rumah sakit yang dikenal dengan sebutan PKO (Penolong Kesengsaraan Oemoem) yang kini dirubah dengan sebutan PKU (Penolong Kesejahteraan Umat). Kehadiran PKO Muhammadiyah sungguh mendapat perhatian yang sangat luar biasa bagi warga masyarakat pada saat itu, walaupun diawal berdirinya baru sebatas didaerah Yogyakarta, namun melihat peran sosial yang diberikan Muhammadiyah melalui PKO tersebut membuat problem kesehatan masyarakat mendapat kemudahan tersendiri.

[6]Abdul Munir Mulkhan menyebutkan daya tarik dari agenda sosial Muhammadiyah tersebut mendorong orang sekelas dr. Soetomo, termasuk dokter dan negeri belanda, ikhlas ekerja dalam Muhammadiyah untuk kemanusiaan .        
         Namun tanpa menutup mata, belakangan ini kelas-kelas elit itu memang banyak yang aktif terlibat di Muhammadiyah, namun peristiwa kemanusiaan seratus tahun lalu itu kini tinggal kenangan sejarah indah yang hamper mustahil bisa ditemukan kembali. Kini Muhammadiyah melalui lembaga kesehatan tersebut menjadi kurang peduli lagi pada orang-orang miskin dan terlantar. Rumah sakit Muhammadiyah lebih dinikmati oleh orang-orang kaya dan orang kelas perkotaan semata. Hampir mustahil bagi rakyat kecil dan fakir miskin yang sering sekali menderita sakit untuk berobat dilembaga kesehatan Muhammadiyah, kecuali dengan sejumlah uang yang dimiliki dengan menggadaikan sawah, tanah ataupun ternak mereka.
          Walaupun jumlahnya kini kian bertambah, namun biaya pengobatannya pun tidak kalah jauh dengan biaya pengobatan di rumah-rumah sakit yang dikelola Belanda tempo dulu. Sehingga yang bisa menikmati rumah-rumah sakit yang lengkap dan mewah tersebut adalah mereka yang memiliki uang yang banyak. Sementara bagi mereka yang miskin, cukup dengan merasakan penyakit yang ditimpakan. Padahal sebelumnya, rumah sakit Muhammadiyah juga dirancang untuk memfasilitasi kepentingan orang-orang miskin, dengan menerapkan sistem subsidi silang orang-orang kaya membayar lebih mahal sedangkan orang-orang miskin mendapat keringanan.
          Pembacaan atas surat Al-Maun yang dilakukan oleh KH. Ahmad Dahlan secara berulang hingga dilasanakannya maksud dari pembacan ayat tersebut, sekarang tidak lagi memiliki arti dan makna didalam tubuh Muhammadiyah, karena amal sosial Muhammadiyah seperti lembaga kesehatan tersebut yang senantiasanya diperankan oleh Muhammadiyah untuk membantu mereka yang mustad’afin , kini seakan-akan hampir tidak peduli lagi dengan kelompok sosial seperti itu. Apalagi banyak orang belakangan ini sering mengeluh dan menggunjingi lembaga kesehatan tersebut yang kini memiliki biaya mahal serta tidak ramah.
          Padahal saat perkembangan awal, Muhammadiyah selalu hadir dalam setiap kebutuhan umat, terutama menyangkut pertolongan kesehatan. Ketika terjadi bencana kebakaran atau alam, Muhammadiyah mesti berada dilingkungan tersebut. Oleh karena demikian, masyarakat sangat meraskan betul kehadiran Muhammadiyah sebagai solusi bagi kehidupan umat. Kini apapun yang dilakukan oleh  Muhammadiyah seakan-akan tidak memiliki pengaruh yang signifikan lagi terhadap masyarakat.
Karena masyarakat sendiri secara tidak langsung juga merasa ditinggalkan dari peran sosial Muhammadiyah saat sekarang. Sebab tiap periode kepemimpinan, mesti Muhammadiyah mendirikan bangunan rumah sakit baru. Namun secara peran sosial atas kepentingan kaum fakir miskin dan mustad’afin , malah tidak lagi muncul dari organinsasi berlambang matahari ini.
          Padahal demi kesejahteraan dan kepentingan umat, para pendirinya rela untuk bersusah payah, dengan menggadaikan berbagai hartanya dan rumahnya untuk membantu amal Muhammadiyah, baik itu keperluan lembaga pendidikan maupun untuk keperluan rumah sakit dan balai pengobatan.[7] Namun ketika lembaga kesehatan Muhammadiyah kian besar, jerih payah pendirinya yang betul-betul diorientasikan untuk kepentingan kaum miskin dan kaum yang marjinal kini tidak lagi dirasakan. Lembaga kesehatan Muhammadiyah, kini tak ubahnya sebagai amal bisnis bagi segelintir orang Muhammadiyah.
          Memang upaya mencari keuntungan dari lembaga kesehatan Muhammadiyah tersebut bukanlah sesuatu yang salah, sebab lembaga kesehatan Muhammadiyah pun membutuhkan biaya pembelian obat, gaji dokter dan perawat, biaya pembangunan gedung serta biaya operasional lainnya. Hanya saja yang perlu menjadi catatan adalah bahwa keberadaan lembaga kesehatan Muhammadiyah juga berfungsi sebagai gerakan sosial untuk membela kepentingan umat yang tidak mampu. Namun secara kasat mata sangat sedikit dari lembaga kesehatan Muhammadiyah yang mampu menjalankan fungsinya sebagai penolong bagi kesengsaraan dan kepentingan umat. Bahkan biaya untuk berobat dirumah sakit Muhammadiyah saja harus menyediakan uang yang begitu besar. Aspek ini belum lagi menyangkut sistem kelas yang terdapat dirumah sakit tersebut. Didalam PKU misalnya, dibagi dengan berbagai kelas sesuai dengan kategori ekonomi. Yang untuk keseluruhannya walaupun dibagi secara kelas ekonomi (eksekutif, sedang dan rendah), namun semuanya sangat mustahil bagi orang miskin untuk dapat memenuhinya.
           Jadi tidak salah jika muncul asumsi masyarakat, yang menganggap Muhammadiyah lebih mengakomodasi kepentingan kelas sosial tinggi dan orang-orang yang kaya, bahkan keluar plesetan bahwa PKU sama saja artinya dengan “Pencekik Kehidupan Umat” (PKU). Sebab kita cukup sedih akhir-akhir ini melihat tayangan televisi yang cukup sering mengiklankan kondisi sebuah keluarga miskin yang melahirkan seorang bayi dalam kondisi cacat, sakit dan kembar siam, dan bagi mereka yang tidak sanggup untuk mengobati lantaran tidak adanya biaya pengobatan. Akhirnya para orangtua pun harus merelakan kepergian anaknya daripada harus melihat rasa sakit yang ditanggung oleh anaknya dalam waktu yang begitu lama. Padahal derita sakit yang dialami seseorang anak atau ibu, tidak lepas dari rekayasa bioteknologi Negara-negara barat untuk menyebarkan beragai virusnya ke Negara berkembang. Seperti yang terjadi diteluk Buyat, mana mungkin beberapa orang anak yang lahir dalam kondisi bersisik pada tubuhnya yang akhirnya harus meninggal dunia.
            Sementara Muhammadiyah yang memiliki puluhan rumah sakit yang tersebar ditanah air ini, belum melihatkan peran nyata dalam menyelesaikan problem kesehatan umat yang seperti demikian. Jika Muhammadiyah berani mengambil peran tersebut, para bayi yang menjadi korban dan menderita sakit ini dapat ditolong oleh lembaga kesehatan Muhammadiyah, baik itu secara financial maupun secara pengobatan.  
            Begitu juga halnya ketika masyarakat kita dihebohkan dengan kedatangan penyakit demam berdarah yang menimpa sebagian besar anak-anak. Jangankan untuk memberikan dispensasi biaya pengobatan, untuk terjun kelapangan memberikan sosialisasi kesehatan ataupun terlibat dalam pemberantasan (penyemprotan) virus demam berdarah pun juga tidak kita lihat Muhammadiyah mengambil peran disana. Padahal untuk satu hari saja, puluhan bahkan ratusan anak-anak yang harus dievakuasi ke rumah sakit lantaran terserang penyakit musiman demam berdarah tersebut.
           Saat sekarang, sangat jarang kita temui lagi lembaga kesehatan Muhammadiyah untuk bisa terjun ke kampung-kampung memberikan penyuluhan kesehatan ataupun pengobatan gratis.  Bahkan agenda-agenda seperti ini lebih banyak dilakukan oleh orang-orang yang non Muhammadiyah atau non organisasi sosial kemasyarakatan seperti Muhammadiyah. Lantas dimanakah public secara luas nantiya bisa untuk meyakini dan mengatakan bahwa Muhammadiyah merupakan organisasi islam yang llllllpeduli terhadap kehidupan kaum fakir miskin dan kaum mustad’afin.
           Memang untuk kemegahan, kemewahan serta kekayaan lembaga amal sosial tersebut, Muhammadiyah bisa digolongkan sebagai organisasi islam terdepan, akan tetapi jika persoalannya melihat pada peran sosial yang  tidak mementingkan atau tidak memiliki kepedulian terhadap kaum mustad’afin  asumsi Muhammadiyah terdepan itu perlu untuk dipertimbangkan kembali. Sebab keberhasilan Muhammadiyah bukanlah satu-satunya terletak pada keberadaan gedung-gedung megah dan rumah sakit yang banyak. Namun  sejauh mana peran sosial Muhammadiyah dapat dirasakan oleh kaum mustad'afin sekaligus memiliki efek dalam melakukan transformasi sosial umat.
           Sebab sebagaimana ungkapan Kuntowijoyo, bahwa Muhammadiyah sebenarnya bukan saja sebagai organisasi yang bergerak pada ranah aqidah atau yang bekerja semata-mata pemberantasan TBC itu, namun Muhammadiyah juga memiliki orientasi transformasi yang bergerak dalam perubahan atau pembaharuan struktur dan sistem sosial yang tidak memihak  pada kepentingan kaum mustad’afin.[8]
          Demikianlah kemudian KH.Ahmad Dahlan sendiri mampu mengkombinasikan arah geraknya dalam dua jalur tersebut. Untuk pandangan dan gerak Muhammadiyah yang kedua ini merupakan perwujudan dari keimanan yang memerlukan pengalaman religi moral yang terorganisir dengan dimensi intelektual islam yang mempertimbangkan peranan ilmu pengetahuan sebagai alat bantu.[9]
          Konsep pemikiran KH. Ahmad Dahlan ini sebenarnya jika ditilik dari generasi sesudahnya juga tidak memiliki perbedaan yang jauh. Sebut saja masa kepemimpinan H.M Yunus Anis, ia adalah tokoh dan pemimpin Muhammadiyah yang sangat mampu mengambil pesan moral dari gerakan KH. Ahmad Dahlan, sehingga usaha dan pemikirannya untuk menyantuni anak yatim dn fakir miskin sebagaimana yang digariskan didalam Al-Qur’an tersebut, betul-betul menjadi perhatian yang besar bagi HM. Yunus Anis.[10] Ia sangat menantang sekali perilaku-perilaku umat yang selalu berusaha menumpuk kekayaan, namun melupakan amanah dari harta yang diberikan kepadanya.
           Sayangnya belakangan ini, sebagian dari warga Muhammadiyah seakan-akan melupakan jejak dan langkah para pemimpin sebelumnya. Sehingga amal Muhammadiyah seperti lembaga kesehatan Muhammadiyah pun juga tidak lepas dari rekayasa-rekayasa tertentu untu kepentingan sendiri. Maka kaum fakir dan miskin terlupakan begitu saja, yang sebenarnya juga memiliki hak dan kepentingan dari amal kesehatan Muhammadiyah. Disinilah perlu kiranya kita mempertanyakan kembali, untuk siapakah sebenarnya amal usaha Muhammadiyah tersebut?
            Sebab kehadiran lembaga-lembaga amal sosial ini, bagi KH. Ahmad Dahlan merupakan perjuangan yang panjang dan penuh tantangan yang harus dihadapi. Bagaimana saat itu KH. Ahmad Dahlan harus berhadapan dengan imperialisme Belanda, dan bagaimana pula KH. kAhmad Dahlan harus berhadapan dengan kekuatan kultur lokal yang telah mengakar, serta berhadapan dengan persoalan SDM dan SDA yang sangat minim. Gambaran ini menunjukkan bahwa, perjuangan yang ditempuh KH.Ahmad Dahlan untuk melahirkan berbagai karya kemanusiaannya berangkat dari modal sosial yang besar.
            Peran lembaga kesehatan Muhammadiyah ini dirasakan penting seiring dengan berbagai ancaman dan dampak dari agenda kapitalisme global yang ditandai dengan memburuknya kesehatan rakyat-rakyat miskin akibat ekspor virus dan penyakit yang ditebarkan dari Negara-negara maju. Seperti rokok umpamanya, fakta menunjukkan bahwa perusahaan rokok tembakau Eropa dan Amerika Serikat menjual produk monoksida yang jauh lebih tinggi diatas batas toleransi yang telah ditetapkan oleh dinas kesehatan Eropa dan AS.
Sehingga Negara-negara Eropa selalu mengkampanyekan untuk dalam negerinya agar mengurangi konsumsi tembakau tersebut. Untuk kampanye anti tembakau saja Amerika tiap tahunnya harus mengeluarkan 10 US$. Namun yang ironisnya pemerintah AS dan Eropa malah mempromosikan dan mengekspor tembakau tersebut ke berbagai Negara berkembang seperti Jepang, Taiwan, Thailand, Korea, dll.
           Sementara peran-peran organisasi sosial yang sebenarnya juga memiliki infrastruktur gerakan yang kuat, cenderung berdiam diri dalam menghadapi persoalan ini. Disinilah bentuk lompatan besar yang dilakukan oleh organisasi Muhammadiyah saat ini. Oleh sebab itu, peran lembaga kesehatan Muhammadiyah dalam membantu kaum mustad’afin  dan miskin masih diperlukan. Apalagi sering sekali kaum miskin yang menjadi korban dari setiap pembangunan bangsa ini. Baik seperti buangan limbah pabrik, sampah dan kotoran-kotoran hewan, yang dampak dari produksi barang demi kepentingan kelompok sosial yang kaya dan elit.
           Memang bagi lembaga kesehatan Muhammadiyah membutuhkan biaya dan dana yang besar. Namun bukan berarti pembiayaan yang besar menutup kemungkinan bagi Muhammadiyah untuk membantu masyarakat pedesaan atau masyarakat yang tidak mampu. Muhammadiyah tentunya bisa membuat kebijakan subsidi silang dengan memberikan harga yang besar bagi golongan mampu sebagai subsidi bagi orang-orang yang tidak mampu untuk berobat di lembaga kesehatan Muhammadiyah. Agar lembaga kesehatan Muhammadiyah juga memperhatikan nasib kesehatan orang-orang miskin.
          Karena cukup banyak di negeri ini orang-orang miskin yang harus menanggung sakit dalam waktu yang sekian lama lantaran tidak adanya biaya kesehatan yang dimiliki. Sehingga sangat wajar Eko Prasetyo menulis buku Orang Miskin Dilarang Sakit, lantaran sulitnya bagi orang miskin mengakses kesehatan dan berobat ketika sakit. Fenomena seperti inilah yang juga harus diperhatikan oleh lembaga kesehatan Muhammadiyah ke depannya.
                                                                








BAB III
PENUTUP



KESIMPULAN
          Lembaga kesehatan Muhammadiyah bukanlah hanya sebagai bentuk gerakan sosialisasi saja, namun juga sebagai bentuk dakwah membantu orang-orang yang fakir miskin dan mustad’afin agar mempunyai kehidupan dalam hal kesehatan yang lebih baik. Ini seharusnya menjadi kesadaran bagi organisasi Muhammadiyah untuk meneruskan perjuangan yang sudah susah payah ditempuh oleh pendirinya yaitu KH. Ahmad Dahlan dan melanjutkan kembali dakwah serta gerakan amal sosial yang telah dijalankan sebelumnya. Agar umat islam dapat hidup dengan sejahtera, baik dan aman. Begitulah seharusnya organisasi Muhammadiyah yang terdepan.















                                                         DAFTAR PUSTAKA

Deni Al-Asy’ari, Selamatkan Muhammadiyah! Agenda Mendesak Warga Muhammadiyah, Yogyakarta, 2010.
Mansoer Fakih, Tiada Transformasi Tanpa Gerakan Sosial, dalam Zaiyardam Zubir, Radikalisme Kaum Terpinggir : Studi Tentang Ideologi, Isu , Strategi Dan Dampak Gerakan, Yogyakarta : Insist Press , 2002 , Hal. Xxvii.
http://globalisasi.wordpress.com/2006/07/10/Gerakan Sosial: Kajian Teoritis, Hal. 3-4.

http://www.muhammadiyah.or.id/4-content-55-det-program-kerja.html

Mustafa Kamal Pasha dan Ahmad Adaby Darban, Muhadmmaiyah sebagai Gerakan Islam dalam Perspektif Historis dan Ideologis. Cet. III, Yogyakarta; LPPI UMY, 2003, hlm. 140.
Mitsuo Nakamura, Bulan Sabit, hlm. 102.
Abbdul Munir Mulkhan, Menggugat. Hlm. 4
Kuntowijoyo, Paradigma Islam, Interpretasi untuk Aksi, Bandung; Mizan, Cet. III Bandung: Mizan, 1991, hlm. 168
Fajar Ziaul Haq, hlm. 112
Suratmin, HM. Yunus Anis, Amal Pengabdian dan Perjuangannya, Yogyakarta; Majlis Pustaka Pimpinan Pusat Muhammadiyah, 1999, hlm. 114


[1] Mansoer Fakih, Tiada Transformasi Tanpa Gerakan Sosial, dalam Zaiyardam Zubir, Radikalisme Kaum Terpinggir : Studi Tentang Ideologi, Isu , Strategi Dan Dampak Gerakan, Yogyakarta : Insist Press , 2002 , Hal. Xxvii.
[2]  http://globalisasi.wordpress.com/2006/07/10/Gerakan Sosial: Kajian Teoritis, Hal. 3-4.

[3] http://www.muhammadiyah.or.id/4-content-55-det-program-kerja.html
[4] Mustafa Kamal Pasha dan Ahmad Adaby Darban, Muhadmmaiyah sebagai Gerakan Islam dalam Perspektif Historis dan Ideologis. Cet. III, Yogyakarta; LPPI UMY, 2003, hlm. 140.
[5] Mitsuo Nakamura, Bulan Sabit, hlm. 102.

[6] Abbdul Munir Mulkhan, Menggugat. Hlm. 4

[7]  Upaya pendirian rumah sakit ini awalnya didirikan di gedung jalan jagang Notoprajan, kemudian pindah ke jalan Ngebean, dan selanjutnya menyewa rumah milik Mukri bin Nawawi, dan akhirnya membeli tanah di Yogyakarta, lihat catatan harian HM. Suja’ Tentang KH. Ahmad Dahlan. (belum diterbitkan).
[8] Kuntowijoyo, Paradigma Islam, Interpretasi untuk Aksi, Bandung; Mizan, Cet. III Bandung: Mizan, 1991, hlm. 168

[9]  Fajar Ziaul Haq, hlm. 112.
[10] Suratmin, HM. Yunus Anis, Amal Pengabdian dan Perjuangannya, Yogyakarta; Majlis Pustaka Pimpinan Pusat Muhammadiyah, 1999, hlm. 114

Jual Beli Valuta (Mata Uang/Forex) Dalam Islam

 Valuta adalah suatu jenis perdagangan atau transaksi yang memperdagangkan mata uang suatu negara terhadap mata uang negara lainnya (pasang...