BAB
I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar belakang
Muhammadiyah
merupakan suatu organisasi sosial keagamaan, artinya Muhammadiyah bergerak
dalam ranah sosial dan agama. Mengapa demikian? Inilah yang sering menjadi
pertanyaan kita. Jawabannya sudah pasti ada pada zaman dulu ketika KH.
Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah untuk pertama kalinya. Bagaimana kemudian
kita ketahui bersama kondisi geografis dan sosial yang ada di Yogyakarta saat
itu, Sebagian besar masyarakat masih menganut faham kejawen. Njawani
itu bagus, tapi menganut kejawen itu yang kurang bagus.
Karena dalam faham kejawen terdapat ritual-ritual sama
persis seperti yang dilakukan umat hindu. Penyembahan terhadap makhluk hidup
sering dilakukan. Hal inilah yang kemudian membuat Darwis menjadi miris dan
serasa tersayat. Bagaimana bisa di Yogyakarta masih ada masyarakat yang
menyembah pohon, dan menaruh sesaji dibawahnya. Kalau bahasa anak sekarang
mungkin, “ndak
habis fikir, kok sek usu ?”.
"Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama?.Itulah orang
yang menghardik anak yatim.dan tidak menganjurkan memberi makan orang
miskin.Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat.(yaitu) orang-orang yang
lalai dari shalatnya.orang-orang yang berbuat riya.dan enggan (menolong dengan)
barang berguna." (QS. Al-Ma’un:
1-7).
Ayat di atas
merupakan basis ideologi perjuangan Muhammadiyah
yang memberikan landasan keberpihakan kepada kaum
lemah (dhu’afa’) dan kaum teraniaya (mustadh’afin). Semangat Al-Ma’un
merupakan dasar pijakan dalam
pengembangan awal gerakan “PRO-Penolong Kesengsaraan Oemoem” dengan tokoh Kyai
Sudjak di awal pendirian Muhammadiyah tahun 1912. Penerjemahan tersebut
disesuaikan dengan munculnya gagasan baru tentang pembentukan masyarakat sipil
atau masyarakat madani atau masyarakat yang beradab. Masyarakat madani yang
dimaksud dalam hal ini adalah masyarakat yang terbuka dan bermartabat.
Muhammadiyah
mempunyai cita-cita sosial, yakni “kesejahteraan, dan kemakmuran masyarakat
yang diridhai Allah”. Dari sini kita ketahui bahwa Muhammadiyah menghendaki
terciptanya negara yang baik dan penuh akan ampunan Allah. Inilah interpretasi
dari ungkapan Islam adalah agama rahmatan lil ‘alamin. Bagaimana
kita lihat kemudian Muhammadiyah sejak didirikan oleh Kyai Dahlan, sampai
kepemimpinan yang sekarang masih berusaha untuk menjalin komunikasi yang baik,
dan memberikan pelayanan sosial terhadap masyarakat. Hal inilah yang menjadi
penting dalam perkembangan Muhammadiyah.
1.2. Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang dapat
di tarik dari penjelasan latar belakang adalah, sebagai berikut :
1. Bagaimana Bentuk Gerakan Sosial Kemanusiaan Muhammadiyah dalam
Bidang Kesehatan?
2. Bagaimana Bentuk Gerakan Sosial Kemanusiaan Muhammadiyah dalam
Bidang Kesejahteraan Sosial ?
3. Bagaimana Sebenarnya Makna Muhammadiyah dalam gerakan
sosial?
1,3. Tujuan
Pembahasan
Tujuan dari pembahasan
ini adalah dapat menjelaskan dan memahami bagaimana bentuk gerakan sosial
kemanusiaan muhammadiyah dalam bidang
kesehatan, kesejahteraan sosial dan makna Muhammadiyah dalam gerakan sosial.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Teori
Mansoer Fakih
menyatakan bahwa Gerakan Sosial dapat diartikan sebagai kelompok yang
terorganisir secara tidak ketat dalam rangka tujuan sosial terutama dalam usaha
merubah struktur maupun nilai sosial.[1] Dan gerakan sosial
menurut Sosiologi sendiri adalah aktifitas sosial berupa gerakan sejenis
tindakan sekelompok yang merupakan kelompok informal yang berbetuk organisasi,
berjumlah besar atau individu yang secara spesifik berfokus pada suatu isu-isu
sosial atau politik dengan melaksanakan, menolak, atau mengkampanyekan sebuah
perubahan sosial.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Gerakan sosial adalah
tindakan atau agitasi terencana yang dilakukan oleh suatu kelompok
masyarakat yang disertai program terencana dan ditujukan pada suatu
perubahan atau sebagai gerakan perlawanan untuk melestarikan pola-pola
dan lembaga masyarakat yang ada.[2]Gerakan sosial
adalah gerakan suatu organisasi atau kelompok orang yang bermaksud mengadakan
perubahan terhadap struktur sosial yang ada, serta untuk membangun kehidupan
baru yang lebih baik.
2.2 Konsep Gerakan Sosial
Menurut Cook (1995), gerakan sosial mencakup
beberapa konsep, yaitu berorientasi perubahan (change oroented goals),
tingkat organisasi (some degree of organization), tingkat kontinyuitas
yang sifatnya temporal (degree of temproral continuity), dan aksi
kolektif di luar lembaga (aksi jalanan) dan di dalam lembaga/lobi politik (some
extrainstitutional and institutional).
BAB
II
PEMBAHASAN
3.1. Bentuk Gerakan Sosial Kemanusiaan Muhammadiyah dalam Bidang
Kesehatan
Dalam amal
usaha bidang kesehatan, Muhammadiyah telah dan terus mengembangkan layanan
kesehatan masyarakat, sebagai bentuk kepedulian. Balai-balai pengobatan seperti
rumah sakit PKU (Pembina Kesejahteraan Umat) Muhammadiyah, yang pada masa
berdirinya Muhammadiyah bernama PKO (Penolong Kesengsaraan Oemat), kini mulai
meningkat baik kuantitas maupun kualitasnya. Berdasarkan situs resmi
Muhammadiyah, Amal Usaha Muhammadiyah & Aisyiyah Bidang Kesehatan pada tahun 2010, sebagai berikut:
1.
Rumah
sakit umum, berjumlah 71.
2.
Rumah bersalin, berjumlah 49.
3.
Balai Kesehatan Ibu dan Anak,
berjumlah 117.
4.
Balai Kesehatan Masyarat, berjumlah
11.
5.
Balai Pengobatan, berjumlah 47.
6.
Apotek dan KB, berjumlah 4.
3.2. Bentuk Gerakan Sosial Kemanusiaan Muhammadiyah dalam Bidang
Kesejahteraan Sosial
Dalam amal usaha bidang
Kesejahteraan Sosial, Muhammadiyah telah dan terus mengembangkan layanan
sosial, sebagai bentuk kepedulian Muhammadiyah. Berdasarkan situs resmi muhammadiyah,
pada tahun 2010 tentang balai-balai kesejahteraan social diantara-nya sebagai
berikut:
1.
Panti Asuhan Yatim, berjumlah 421.
2.
Panti Jompo, berjumlah 9.
3.
Panti Asuhan Keluarga, berjumlah 78.
4.
Panti Cacat Netra, berjumlah 1.
5.
Santunan Kematian, berjumlah 38.
6.
BPKM, berjumlah 15.[3]
3.3. Bagaimana Sebenarnya Makna
Muhammadiyah Dalam Gerakan Sosial
Amal sosial kesehatan Muhammadiyah
Sebagai gerakan dakwah amar makruf nahi munkar, selain lembaga
pendidikan, Muhammadiyah juga mendirikan berbagai bentuk lembaga layanan
kesehatan yang bersifat modern, seperti rumah sakit (PKO), klinik dan
balai-balai pengobatan alternatif. [4]Lembaga kesehatan yang
dibentuk oleh Muhammadiyah sangat berkaitan dengan pandangan Muhammadiyah
terhadap islam. Bahwa didalam islam, upaya menciptakan kesejahteraan sosial,
baik itu secara materi maupun secara fisik bagi diri sendiri atau sesame
oranglain merupakan suatu kewajiban yang tidak boleh ditinggalkan oleh
Muhammadiyah. Oleh karena itu Muhammadiyah sangat memerlukan lembaga kesehatan
seperti rumah sakit dan balai pengobatan sebagai tempat membantu kesehatan dan
kesejahteraan umat, terutama bagi mereka yang tidak mampu.[5]
Dorongan utama bagi Muhammadiyah dalam
mendirikan lembaga kesehatan tersebut menjadi kebutuhan yang utama bagi umat,
sebab ditengah-tengah meluasnya kesengsaraan umat, baik itu akibat alam maupun
akibat eksploitasi pemerintahan asing terhadap bangsa Indonesia, mengakibatkan
banyaknya para korban dan orang-orang yang sakit namun tidak memiliki kemampuan
secara ekonomi unuk berobat. Sehingga sangat wajar saja pada saat itu, sebagian
besar masyarakat lebih cenderung berobat pada dukun-dukun sebagai tempat
pengobatan alternative bagi masyarakat.
Dalam konteks sosial yang seperti
inilah, Muhammadiyah kemudian merespon problem tersebut secara nyata, dan dalam
rangka membantu kesengsaraa umat diatas, pada tahun 1918 secara independen,
resmilah Muhammadiyah mendirikan rumah sakit yang dikenal dengan sebutan PKO
(Penolong Kesengsaraan Oemoem) yang kini dirubah dengan sebutan PKU (Penolong
Kesejahteraan Umat). Kehadiran PKO Muhammadiyah sungguh mendapat perhatian yang
sangat luar biasa bagi warga masyarakat pada saat itu, walaupun diawal
berdirinya baru sebatas didaerah Yogyakarta, namun melihat peran sosial yang
diberikan Muhammadiyah melalui PKO tersebut membuat problem kesehatan
masyarakat mendapat kemudahan tersendiri.
[6]Abdul
Munir Mulkhan menyebutkan daya tarik dari agenda sosial Muhammadiyah tersebut
mendorong orang sekelas dr. Soetomo, termasuk dokter dan negeri belanda, ikhlas
ekerja dalam Muhammadiyah untuk kemanusiaan .
Namun tanpa menutup mata, belakangan
ini kelas-kelas elit itu memang banyak yang aktif terlibat di Muhammadiyah,
namun peristiwa kemanusiaan seratus tahun lalu itu kini tinggal kenangan
sejarah indah yang hamper mustahil bisa ditemukan kembali. Kini Muhammadiyah
melalui lembaga kesehatan tersebut menjadi kurang peduli lagi pada orang-orang miskin
dan terlantar. Rumah sakit Muhammadiyah lebih dinikmati oleh orang-orang kaya
dan orang kelas perkotaan semata. Hampir mustahil bagi rakyat kecil dan fakir
miskin yang sering sekali menderita sakit untuk berobat dilembaga kesehatan
Muhammadiyah, kecuali dengan sejumlah uang yang dimiliki dengan menggadaikan sawah,
tanah ataupun ternak mereka.
Walaupun jumlahnya kini kian
bertambah, namun biaya pengobatannya pun tidak kalah jauh dengan biaya
pengobatan di rumah-rumah sakit yang dikelola Belanda tempo dulu. Sehingga yang
bisa menikmati rumah-rumah sakit yang lengkap dan mewah tersebut adalah mereka
yang memiliki uang yang banyak. Sementara bagi mereka yang miskin, cukup dengan
merasakan penyakit yang ditimpakan. Padahal sebelumnya, rumah sakit
Muhammadiyah juga dirancang untuk memfasilitasi kepentingan orang-orang miskin,
dengan menerapkan sistem subsidi silang orang-orang kaya membayar lebih mahal
sedangkan orang-orang miskin mendapat keringanan.
Pembacaan atas surat Al-Maun yang
dilakukan oleh KH. Ahmad Dahlan secara berulang hingga dilasanakannya maksud
dari pembacan ayat tersebut, sekarang tidak lagi memiliki arti dan makna
didalam tubuh Muhammadiyah, karena amal sosial Muhammadiyah seperti lembaga
kesehatan tersebut yang senantiasanya diperankan oleh Muhammadiyah untuk
membantu mereka yang mustad’afin ,
kini seakan-akan hampir tidak peduli lagi dengan kelompok sosial seperti itu.
Apalagi banyak orang belakangan ini sering mengeluh dan menggunjingi lembaga
kesehatan tersebut yang kini memiliki biaya mahal serta tidak ramah.
Padahal saat perkembangan awal,
Muhammadiyah selalu hadir dalam setiap kebutuhan umat, terutama menyangkut
pertolongan kesehatan. Ketika terjadi bencana kebakaran atau alam, Muhammadiyah
mesti berada dilingkungan tersebut. Oleh karena demikian, masyarakat sangat meraskan
betul kehadiran Muhammadiyah sebagai solusi bagi kehidupan umat. Kini apapun
yang dilakukan oleh Muhammadiyah
seakan-akan tidak memiliki pengaruh yang signifikan lagi terhadap masyarakat.
Karena
masyarakat sendiri secara tidak langsung juga merasa ditinggalkan dari peran
sosial Muhammadiyah saat sekarang. Sebab tiap periode kepemimpinan, mesti
Muhammadiyah mendirikan bangunan rumah sakit baru. Namun secara peran sosial
atas kepentingan kaum fakir miskin dan mustad’afin
, malah tidak lagi muncul dari organinsasi berlambang matahari ini.
Padahal demi kesejahteraan dan
kepentingan umat, para pendirinya rela untuk bersusah payah, dengan
menggadaikan berbagai hartanya dan rumahnya untuk membantu amal Muhammadiyah,
baik itu keperluan lembaga pendidikan maupun untuk keperluan rumah sakit dan
balai pengobatan.[7]
Namun ketika lembaga kesehatan Muhammadiyah kian besar, jerih payah pendirinya
yang betul-betul diorientasikan untuk kepentingan kaum miskin dan kaum yang
marjinal kini tidak lagi dirasakan. Lembaga kesehatan Muhammadiyah, kini tak
ubahnya sebagai amal bisnis bagi segelintir orang Muhammadiyah.
Memang upaya mencari keuntungan dari
lembaga kesehatan Muhammadiyah tersebut bukanlah sesuatu yang salah, sebab
lembaga kesehatan Muhammadiyah pun membutuhkan biaya pembelian obat, gaji
dokter dan perawat, biaya pembangunan gedung serta biaya operasional lainnya.
Hanya saja yang perlu menjadi catatan adalah bahwa keberadaan lembaga kesehatan
Muhammadiyah juga berfungsi sebagai gerakan sosial untuk membela kepentingan
umat yang tidak mampu. Namun secara kasat mata sangat sedikit dari lembaga
kesehatan Muhammadiyah yang mampu menjalankan fungsinya sebagai penolong bagi
kesengsaraan dan kepentingan umat. Bahkan biaya untuk berobat dirumah sakit
Muhammadiyah saja harus menyediakan uang yang begitu besar. Aspek ini belum
lagi menyangkut sistem kelas yang terdapat dirumah sakit tersebut. Didalam PKU
misalnya, dibagi dengan berbagai kelas sesuai dengan kategori ekonomi. Yang
untuk keseluruhannya walaupun dibagi secara kelas ekonomi (eksekutif, sedang
dan rendah), namun semuanya sangat mustahil bagi orang miskin untuk dapat
memenuhinya.
Jadi tidak salah jika muncul asumsi
masyarakat, yang menganggap Muhammadiyah lebih mengakomodasi kepentingan kelas
sosial tinggi dan orang-orang yang kaya, bahkan keluar plesetan bahwa PKU sama
saja artinya dengan “Pencekik Kehidupan Umat” (PKU). Sebab kita cukup sedih
akhir-akhir ini melihat tayangan televisi yang cukup sering mengiklankan
kondisi sebuah keluarga miskin yang melahirkan seorang bayi dalam kondisi
cacat, sakit dan kembar siam, dan bagi mereka yang tidak sanggup untuk
mengobati lantaran tidak adanya biaya pengobatan. Akhirnya para orangtua pun
harus merelakan kepergian anaknya daripada harus melihat rasa sakit yang
ditanggung oleh anaknya dalam waktu yang begitu lama. Padahal derita sakit yang
dialami seseorang anak atau ibu, tidak lepas dari rekayasa bioteknologi
Negara-negara barat untuk menyebarkan beragai virusnya ke Negara berkembang.
Seperti yang terjadi diteluk Buyat, mana mungkin beberapa orang anak yang lahir
dalam kondisi bersisik pada tubuhnya yang akhirnya harus meninggal dunia.
Sementara Muhammadiyah yang
memiliki puluhan rumah sakit yang tersebar ditanah air ini, belum melihatkan
peran nyata dalam menyelesaikan problem kesehatan umat yang seperti demikian.
Jika Muhammadiyah berani mengambil peran tersebut, para bayi yang menjadi
korban dan menderita sakit ini dapat ditolong oleh lembaga kesehatan
Muhammadiyah, baik itu secara financial maupun secara pengobatan.
Begitu juga halnya ketika
masyarakat kita dihebohkan dengan kedatangan penyakit demam berdarah yang
menimpa sebagian besar anak-anak. Jangankan untuk memberikan dispensasi biaya
pengobatan, untuk terjun kelapangan memberikan sosialisasi kesehatan ataupun
terlibat dalam pemberantasan (penyemprotan) virus demam berdarah pun juga tidak
kita lihat Muhammadiyah mengambil peran disana. Padahal untuk satu hari saja,
puluhan bahkan ratusan anak-anak yang harus dievakuasi ke rumah sakit lantaran
terserang penyakit musiman demam berdarah tersebut.
Saat sekarang, sangat jarang kita
temui lagi lembaga kesehatan Muhammadiyah untuk bisa terjun ke kampung-kampung
memberikan penyuluhan kesehatan ataupun pengobatan gratis. Bahkan agenda-agenda seperti ini lebih banyak
dilakukan oleh orang-orang yang non Muhammadiyah atau non organisasi sosial
kemasyarakatan seperti Muhammadiyah. Lantas dimanakah public secara luas
nantiya bisa untuk meyakini dan mengatakan bahwa Muhammadiyah merupakan
organisasi islam yang llllllpeduli terhadap kehidupan kaum fakir miskin dan
kaum mustad’afin.
Memang untuk kemegahan, kemewahan
serta kekayaan lembaga amal sosial tersebut, Muhammadiyah bisa digolongkan
sebagai organisasi islam terdepan, akan tetapi jika persoalannya melihat pada
peran sosial yang tidak mementingkan
atau tidak memiliki kepedulian terhadap kaum mustad’afin asumsi
Muhammadiyah terdepan itu perlu untuk dipertimbangkan kembali. Sebab
keberhasilan Muhammadiyah bukanlah satu-satunya terletak pada keberadaan
gedung-gedung megah dan rumah sakit yang banyak. Namun sejauh mana peran sosial Muhammadiyah dapat
dirasakan oleh kaum mustad'afin sekaligus
memiliki efek dalam melakukan transformasi sosial umat.
Sebab sebagaimana ungkapan
Kuntowijoyo, bahwa Muhammadiyah sebenarnya bukan saja sebagai organisasi yang
bergerak pada ranah aqidah atau yang bekerja semata-mata pemberantasan TBC itu,
namun Muhammadiyah juga memiliki orientasi transformasi yang bergerak dalam
perubahan atau pembaharuan struktur dan sistem sosial yang tidak memihak pada kepentingan kaum mustad’afin.[8]
Demikianlah kemudian KH.Ahmad Dahlan
sendiri mampu mengkombinasikan arah geraknya dalam dua jalur tersebut. Untuk
pandangan dan gerak Muhammadiyah yang kedua ini merupakan perwujudan dari
keimanan yang memerlukan pengalaman religi moral yang terorganisir dengan
dimensi intelektual islam yang mempertimbangkan peranan ilmu pengetahuan
sebagai alat bantu.[9]
Konsep pemikiran KH. Ahmad Dahlan ini
sebenarnya jika ditilik dari generasi sesudahnya juga tidak memiliki perbedaan
yang jauh. Sebut saja masa kepemimpinan H.M Yunus Anis, ia adalah tokoh dan
pemimpin Muhammadiyah yang sangat mampu mengambil pesan moral dari gerakan KH.
Ahmad Dahlan, sehingga usaha dan pemikirannya untuk menyantuni anak yatim dn
fakir miskin sebagaimana yang digariskan didalam Al-Qur’an tersebut,
betul-betul menjadi perhatian yang besar bagi HM. Yunus Anis.[10] Ia sangat menantang
sekali perilaku-perilaku umat yang selalu berusaha menumpuk kekayaan, namun
melupakan amanah dari harta yang diberikan kepadanya.
Sayangnya belakangan ini, sebagian
dari warga Muhammadiyah seakan-akan melupakan jejak dan langkah para pemimpin
sebelumnya. Sehingga amal Muhammadiyah seperti lembaga kesehatan Muhammadiyah
pun juga tidak lepas dari rekayasa-rekayasa tertentu untu kepentingan sendiri.
Maka kaum fakir dan miskin terlupakan begitu saja, yang sebenarnya juga
memiliki hak dan kepentingan dari amal kesehatan Muhammadiyah. Disinilah perlu
kiranya kita mempertanyakan kembali, untuk siapakah sebenarnya amal usaha
Muhammadiyah tersebut?
Sebab kehadiran lembaga-lembaga
amal sosial ini, bagi KH. Ahmad Dahlan merupakan perjuangan yang panjang dan
penuh tantangan yang harus dihadapi. Bagaimana saat itu KH. Ahmad Dahlan harus
berhadapan dengan imperialisme Belanda, dan bagaimana pula KH. kAhmad Dahlan
harus berhadapan dengan kekuatan kultur lokal yang telah mengakar, serta
berhadapan dengan persoalan SDM dan SDA yang sangat minim. Gambaran ini
menunjukkan bahwa, perjuangan yang ditempuh KH.Ahmad Dahlan untuk melahirkan
berbagai karya kemanusiaannya berangkat dari modal sosial yang besar.
Peran lembaga kesehatan
Muhammadiyah ini dirasakan penting seiring dengan berbagai ancaman dan dampak
dari agenda kapitalisme global yang ditandai dengan memburuknya kesehatan
rakyat-rakyat miskin akibat ekspor virus dan penyakit yang ditebarkan dari
Negara-negara maju. Seperti rokok umpamanya, fakta menunjukkan bahwa perusahaan
rokok tembakau Eropa dan Amerika Serikat menjual produk monoksida yang jauh
lebih tinggi diatas batas toleransi yang telah ditetapkan oleh dinas kesehatan
Eropa dan AS.
Sehingga
Negara-negara Eropa selalu mengkampanyekan untuk dalam negerinya agar
mengurangi konsumsi tembakau tersebut. Untuk kampanye anti tembakau saja
Amerika tiap tahunnya harus mengeluarkan 10 US$. Namun yang ironisnya
pemerintah AS dan Eropa malah mempromosikan dan mengekspor tembakau tersebut ke
berbagai Negara berkembang seperti Jepang, Taiwan, Thailand, Korea, dll.
Sementara peran-peran organisasi
sosial yang sebenarnya juga memiliki infrastruktur gerakan yang kuat, cenderung
berdiam diri dalam menghadapi persoalan ini. Disinilah bentuk lompatan besar
yang dilakukan oleh organisasi Muhammadiyah saat ini. Oleh sebab itu, peran
lembaga kesehatan Muhammadiyah dalam membantu kaum mustad’afin dan miskin masih
diperlukan. Apalagi sering sekali kaum miskin yang menjadi korban dari setiap
pembangunan bangsa ini. Baik seperti buangan limbah pabrik, sampah dan
kotoran-kotoran hewan, yang dampak dari produksi barang demi kepentingan
kelompok sosial yang kaya dan elit.
Memang bagi lembaga kesehatan
Muhammadiyah membutuhkan biaya dan dana yang besar. Namun bukan berarti
pembiayaan yang besar menutup kemungkinan bagi Muhammadiyah untuk membantu
masyarakat pedesaan atau masyarakat yang tidak mampu. Muhammadiyah tentunya
bisa membuat kebijakan subsidi silang dengan memberikan harga yang besar bagi
golongan mampu sebagai subsidi bagi orang-orang yang tidak mampu untuk berobat
di lembaga kesehatan Muhammadiyah. Agar lembaga kesehatan Muhammadiyah juga
memperhatikan nasib kesehatan orang-orang miskin.
Karena cukup banyak di negeri ini
orang-orang miskin yang harus menanggung sakit dalam waktu yang sekian lama
lantaran tidak adanya biaya kesehatan yang dimiliki. Sehingga sangat wajar Eko
Prasetyo menulis buku Orang Miskin
Dilarang Sakit, lantaran sulitnya bagi orang miskin mengakses kesehatan dan
berobat ketika sakit. Fenomena seperti inilah yang juga harus diperhatikan oleh
lembaga kesehatan Muhammadiyah ke depannya.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Lembaga kesehatan Muhammadiyah
bukanlah hanya sebagai bentuk gerakan sosialisasi saja, namun juga sebagai
bentuk dakwah membantu orang-orang yang fakir miskin dan mustad’afin agar
mempunyai kehidupan dalam hal kesehatan yang lebih baik. Ini seharusnya menjadi
kesadaran bagi organisasi Muhammadiyah untuk meneruskan perjuangan yang sudah
susah payah ditempuh oleh pendirinya yaitu KH. Ahmad Dahlan dan melanjutkan
kembali dakwah serta gerakan amal sosial yang telah dijalankan sebelumnya. Agar
umat islam dapat hidup dengan sejahtera, baik dan aman. Begitulah seharusnya
organisasi Muhammadiyah yang terdepan.
DAFTAR
PUSTAKA
Deni
Al-Asy’ari, Selamatkan Muhammadiyah!
Agenda Mendesak Warga Muhammadiyah, Yogyakarta, 2010.
Mansoer Fakih, Tiada Transformasi Tanpa Gerakan Sosial, dalam
Zaiyardam Zubir, Radikalisme Kaum Terpinggir : Studi Tentang Ideologi, Isu ,
Strategi Dan Dampak Gerakan, Yogyakarta : Insist Press , 2002 , Hal. Xxvii.
http://globalisasi.wordpress.com/2006/07/10/Gerakan
Sosial: Kajian Teoritis, Hal. 3-4.
http://www.muhammadiyah.or.id/4-content-55-det-program-kerja.html
Mustafa
Kamal Pasha dan Ahmad Adaby Darban, Muhadmmaiyah
sebagai Gerakan Islam dalam Perspektif Historis dan Ideologis. Cet. III,
Yogyakarta; LPPI UMY, 2003, hlm. 140.
Mitsuo
Nakamura, Bulan Sabit, hlm. 102.
Abbdul
Munir Mulkhan, Menggugat. Hlm. 4
Kuntowijoyo,
Paradigma Islam, Interpretasi untuk Aksi,
Bandung; Mizan, Cet. III Bandung: Mizan, 1991, hlm. 168
Fajar
Ziaul Haq, hlm. 112
Suratmin,
HM. Yunus Anis, Amal Pengabdian dan
Perjuangannya, Yogyakarta; Majlis Pustaka Pimpinan Pusat Muhammadiyah,
1999, hlm. 114
[1] Mansoer
Fakih, Tiada Transformasi Tanpa Gerakan Sosial, dalam Zaiyardam Zubir,
Radikalisme Kaum Terpinggir : Studi Tentang Ideologi, Isu , Strategi Dan Dampak
Gerakan, Yogyakarta : Insist Press , 2002 , Hal. Xxvii.
[3] http://www.muhammadiyah.or.id/4-content-55-det-program-kerja.html
[4]
Mustafa
Kamal Pasha dan Ahmad Adaby Darban, Muhadmmaiyah
sebagai Gerakan Islam dalam Perspektif Historis dan Ideologis. Cet. III,
Yogyakarta; LPPI UMY, 2003, hlm. 140.
[5]
Mitsuo
Nakamura, Bulan Sabit, hlm. 102.
[6]
Abbdul
Munir Mulkhan, Menggugat. Hlm. 4
[7] Upaya pendirian rumah sakit ini awalnya
didirikan di gedung jalan jagang Notoprajan, kemudian pindah ke jalan Ngebean,
dan selanjutnya menyewa rumah milik Mukri bin Nawawi, dan akhirnya membeli
tanah di Yogyakarta, lihat catatan harian HM. Suja’ Tentang KH. Ahmad Dahlan.
(belum diterbitkan).
[8]
Kuntowijoyo,
Paradigma Islam, Interpretasi untuk Aksi,
Bandung; Mizan, Cet. III Bandung: Mizan, 1991, hlm. 168
[9] Fajar Ziaul Haq, hlm. 112.
[10]
Suratmin,
HM. Yunus Anis, Amal Pengabdian dan
Perjuangannya, Yogyakarta; Majlis Pustaka Pimpinan Pusat Muhammadiyah,
1999, hlm. 114
assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,,, ijin save yah, semogah allah membalas kebaikan ikhwan/akhwat... jazakallahu khair...
BalasHapusassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,,, ijin save yah, semogah allah membalas kebaikan ikhwan/akhwat... jazakallahu khair...
BalasHapusMana ini ga ada contoh dari gerakan tersebut
BalasHapusMana ini ga ada contoh dari gerakan tersebut
BalasHapus