Penerapan good corporate
governance pada bank syariah
Makalah ini ajukan untuk
memenuhi salah satu tugas pada mata kuliah akuntansi perbankan syariah
Dosen pembimbing : Dr Siti
Hamidah Rustian, SE,Ak. MSi
Prodi perbankan syariah
Fakultas agama islam
Universitas muhammadiyah jakarta
2016
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan kegiatan
perbankan saat ini tidak hanya didominasi oleh bankbank konvensional yang sudah
lebih dulu ada dan eksis di Indonesia,bank dalam sektorsyariahpun saat ini
sudah mulai berkembang dan mulai diterima di masyarakat. Perbankan Syariah
seperti halnya perbankan pada umumnya merupakan lembaga intermediasi keuangan(financial
intermediary institution)yakni lembaga yang melakukan kegiatan menghimpun
dana dari masyarakat dalam bentuk kredit atau pembiayaan. Dengan munculnya Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan
atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (selanjutnya disebut UU
Perbankan),makabanksyariah diakui keberadaannya dalam sistem perbankan di
Indonesia. Kaitannya dengan Perbankan Syariah, undang-undang ini lebih
memberikan kesempatan bagi perkembangan perbankan syariah di Indonesia, karenaundang-undang
inilah yang secara tegas membedakan bank berdasarkan prinsip konvensionaldan
bank berdasarkan prinsip syariah.
Bank yang beroperasi
sesuai dengan prinsip-prinsip syariah Islam maksudnya adalah bank yang dalam
beroperasinya itu mengikuti ketentuan-ketentuan syariah Islam, khususnya yang
menyangkut tata cara bermuamalahsecara Islam. Dalam tata cara bermualat itu
dijauhi praktik-praktik yang dikhawatirkan mengandung unsur-unsur riba, untuk
diisi dengan kegiatankegiatan investasi atas dasar bagi hasil dan pembiayaan perdagangan
atau praktik-praktik usaha yang dilakukan di zaman Rasulullah atau bentuk-bentuk
usaha yang telah ada sebelumnya,tetapi tidak dilarang oleh beliau[1].
Pengoperasian bank
syariah ini tidak terlepas dengan tuntutan pelaksanaan tata kelola perusahaan
yang baik (Good Corporate Governance untuk selanjutnya disebut sebagai
GCG).Pemicu utama berkembangnya tuntutan ini diakibatkan oleh krisis yang
terjadi di sektor perbankan yang umumnya di dominasi oleh perbankan konvensional
pada tahun 1997 yang terus berlangsung hingga tahun 2000. Krisis Perbankan yang
melanda Indonesia tersebut bukansebagai akibat merosotnya nilai tukar rupiah, melainkan
karena belum berjalannnya praktekGood Corporate Governance di kalangan
perbankan.[2]Terjadinya
pelanggaran batas maksimum pemberian kredit, rendahnya praktek manajemen
resiko, tidak adanya transparansi terhadap informasi keuangan kepada nasabah,
danadanya dominasi para pemegang saham dalam mengatur operasional perbankan
menyebabkanrapuhnya industri perbankan nasional. Mulai saat itulah tata kelola
perusahaan yang baik (GoodCorporate Governance/GCG)mengemuka.Dimulai
dengan jatuhnya perusahaan perusahaandi Indonesia yang disebabkan oleh tidak
patuhnya manajemen perusahaan terhadap prinsip-prinsip GCG. Dengan melaksanakan
konsep GCG, diharapkan tercipta citra lembaga yang dapat dipercaya. Artinya ada
keyakinan bahwa bisnis perbankan dikelola dengan baik sehinggadapat tumbuh
secara sehat, kuat dan efisien.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah perbedaan good corporate governance di bank
syariah dan bank konvensional?
2. Bagaimana implementasi Good Corporate Governance di
perbankan syariah?
C. Tujuan penulisan
Penulisan makalah ini bertujuan untuk memaparkan
hasil penelitian seseorang mengenai penerapan Good Corporate Governance pada
bank syariah dan bank konvensional.
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Landasan
Teori
a. Pengertian
Good Corporate Governance
Pengertian Good
Corporate Governance Menurut Bank Indonesia dalam PBI nomor 11/33/PBI/2009,
GoodCorporate Governance, yang selanjutnya disebut GCG, adalah
suatu tata kelola Bank yang menerapkan prinsip-prinsip keterbukaan (transparency),
akuntabilitas (accountability), pertanggungjawaban (responsibility),profesional(professional),dan
kewajaran(fairness).
Definisi Good
Corporate Governance menurut Bank Dunia adalah aturan, standar dan
organisasi di bidang ekonomi yang mengatur perilaku pemilik perusahaan,
direktur dan manajer serta perincian dan penjabaran tugas dan wewenang serta
pertanggungjawabannya kepada investor (pemegang saham dan kreditur).
Menurut Komite Cadburry,
GCG adalah prinsip yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan agar
mencapai keseimbangan antara kekuatan serta kewenangan perusahaan dalam
memberikan pertanggungjawabannya kepada parashareholders khususnya, dan stakeholders
pada umumnya. Tentu saja hal ini dimaksudkan pengaturan kewenangan
Direktur, manajer, pemegang saham, dan pihak lain yang berhubungan dengan
perkembangan perusahaan di lingkungan tertentu.
Menurut Forum
Corporate Governance in Indonesia (FCGI) Corporate
Governance adalah seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta para pemegang kepentingan intern dan esktern lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka atau dengan kata lain suatu sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan.
Governance adalah seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta para pemegang kepentingan intern dan esktern lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka atau dengan kata lain suatu sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan.
Dari berbagai definisi yang ditemukan, dapat
disimpulkan bahwa
corporate governance merupakan :
corporate governance merupakan :
a.
Suatu struktur yang
mengatur pola hubungan yang harmonis tentang peran Dewan Komisaris, Direksi,
RUPS dan para stakeholder lainnya.
b.
Suatu sistem Check
and balance mencakup perimbangan kewenangan atas pengendalian perusahaan
yang dapat membatasi munculnya dua peluang pengelolaan yang salah dan penyalahgunaan aset
perusahaan.
c.
Suatu proses yang
transparan atas penentuan tujuan perusahaan, pencapaian dan pengukuran
kinerjanya.[3]
b.
Good
Corporate Governance pada
Bank Konvensional
Secara umum dalam UU Perbankan telah diatur ketentuan
yang terkait dengan GCG yang kemudian diatur secara khusus didalam PBI No
8/4/PBI/2006 sebagaimana telah diubah dengan PBI No 8/14/PBI/2006 tentang GCG,
yangterdiri atas :
1. uji kelayakan
dankepatutan, (fit and proper test), yang mengatur perlunya peningkatan
kompetensi dan integritas manajemen perbankan melalui uji kelayakan dan
kepatutan terhadap pemilik, pemegang sahampengendali, dewan komisaris, direksi,
dan pejabat eksekutif bank dalam aktivitas pengelolaan bank.
2. independensi manajemen bank, dimana para anggota
dewan komisaris dan direksi tidak boleh memiliki hubungan kekerabatan atau
memiliki hubungan financial dengan dewan komisaris dan direksi atau
menjadi pemegang saham pengendali di perusahaan lain
3. ketentuan bagi
direktur kepatutan dan peningkatan fungsi audit bank publik. Dalam standar
penerapan fungsi internal audit bank publik, bank diwajibkan untuk menunjuk
direktur kepatuhan yang bertanggung jawab atas kepatuhan bank terhadap regulasi
yang ada.[4]
c. Good Corporate Governance pada Bank Syariah
Penerapan prinsip-prinsip GCG menjadi suatu keharusan
bagi sebuah institusi, termasuk di dalamnya institusi bank syariah. Hal ini
lebih ditujukan kepada adanya tanggung jawab public (public accountability) berkaitan
dengan kegiatan operasional bank yang diharapkan benar-benar mematuhi
ketentuan-ketentuan yang telah digariskan dalam hukum positif. Di samping
itu juga berkaitan dengan kepatuhan bank syariah terhadap prinsip-prinsip syariah sebagaimana yang telah digariskan dalam al-Quran, Hadis, dan Ijmak para ulama. Secara umum, fungsi bank syariah sama dengan perbankan konvensional yakni sebagai lembaga intermediasi (intermediary institution)yangmengerahkan dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali dana-dana tersebut kepada masyarakat yang membutuhkannya dalam bentuk fasilitas pembiayaan. Karena itu, prinsip-prinsip pokok GCG yang dikembangkan secara umum untuk sistem perbankan berlaku pula pada bank syariah. Kelima prinsip pokok GCG diatas dapat dijabarkan sebagai berikut:
itu juga berkaitan dengan kepatuhan bank syariah terhadap prinsip-prinsip syariah sebagaimana yang telah digariskan dalam al-Quran, Hadis, dan Ijmak para ulama. Secara umum, fungsi bank syariah sama dengan perbankan konvensional yakni sebagai lembaga intermediasi (intermediary institution)yangmengerahkan dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali dana-dana tersebut kepada masyarakat yang membutuhkannya dalam bentuk fasilitas pembiayaan. Karena itu, prinsip-prinsip pokok GCG yang dikembangkan secara umum untuk sistem perbankan berlaku pula pada bank syariah. Kelima prinsip pokok GCG diatas dapat dijabarkan sebagai berikut:
a. Prinsip Keterbukaan (transparency).Artinya, bank syariah berkewajiban memberi informasi
tentang kondisi dan prospek perbankannya secara tepat waktu, memadai, jelas,
dan akurat. Informasi itu juga harus mudah diakses oleh stakeholders sesuai
dengan haknya. Hal ini dapat digunakan sebagai dasar bagi mereka untuk menilai
reputasi dan tanggung jawab bank syariah;
b. PrinsipAkuntabilitas, di mana bank syariah harus menetapkan tanggung
jawab yang jelas dari setiap komponen organisasi, selaras dengan visi, misi,
sasaran usaha, dan strategi perusahaan. Setiap komponen organisasi mempunyai
kompetensi sesuai dengan tanggung jawabmasing-masing.
c. Prinsip Independensi Selain itu, bank harus memastikan ada dan tidaknya check
and balance dalam pengelolaan bank. Bank harus memiliki ukuran kinerja dari
semua jajarannya berdasarkan ukuran yang disepakati secara konsisten, sesuai
dengan nilai perusahaaan (corporate values), sasaran usaha,strategi
bank, serta memiliki reward and punishment system;
d. Prinsip
Tanggung Jawab(responsibility). Artinya,
bank syariah harus memegang prinsip prudential banking practices. Prinsip
ini harus dijalankan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, agar operasional
perbankan syariah tetap berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Bank pun harus
mampu bertindak sebagaigood corporate citizen (perusahaan yang baik)
Bank syariah harusmampu menghindari dominasi yang tidak wajar oleh stakeholders.
Pengelola bank tidak boleh terpengaruh oleh kepentingan sepihak. Bank syariah
harus menghindari segala bentuk benturan kepentingan (conflict of interest)
e. prinsipKeadilan (fairness), artinya bank syariah harusmemperhatikan kepentingan
seluruh stakeholders berdasarkan azas kesetaraan dan kewajaran(equal
treatment). Namun, bank juga perlu memberi kesempatan kepadastakeholders
untuk memberi masukan dan saran demi kemajuan bank syariah.
Sejumlah perangkat
dasar yang diperlukan untuk pembentukan GCG pada bank syariah antaralain:
sistem pengendalian internal, manajemen risiko, transparansi bank, sistem
akuntansi,pemurnian dan audit syariah, dan audit ekstern.
1. Sistem Pengendalian Intern, Kegiatan bank yang umumnya berhubungan dengan uang
dalam jumlah yang sangat besar dapat menimbulkan resiko yang tinggi yang
nantinya dapat mengakibatkan kerugian bagi bank.Maka, dalam melaksanakan kegiatannya
bank perlu memperhatikan sistem pengendalian atau kontrol yang dimulai dari
diri bank itu sendiri. Kontrol Internal dibutuhkan untuk mengakui dan menilai
resiko, mendeteksi permasalahan dalam lembaga,serta mengoreksi kelemahan
internal.Untuk dapat meyakinkan bahwa telah ada pengendalian diri tersebut
perlu adanyasuatu ukuran dan penilaian dari pihak yang tidak terkait dengan
kegiatan tersebut (independen).
2. Transparansi bank Adanya transparansi informasi didalam tubuh bank selain
membantu bagi pemegang saham untuk tetap mempertahankan sahamnya atau
menjualnya, atau bagi para deposan untuk tetap menyimpan dana atau menariknya
dari bank bersangkutan. Juga akan membantudewan direksi untuk mengetahui
kinerja manajemen, bagi auditor eksternal berfungsi untuk mempersiapkan laporan
yang akurat tentang usaha bank, bagi pengawas untuk memberikansaran dan
rekomendasi atau tindakan koreksi terhadap kinerja yang menyimpang, sehingga
keamanan, kenyamanan, dan reputasi bank dapat terjaga sebelum terlambat
Dalam paradigma akuntansi Islam, bank syariah
memiliki fungsi sebagai berikut:
a)Manajemen
Investasi, bank-bank Islam dapat melaksanakan fungsi ini berdasarkan kontrakmudharabah
atau kontrak perwakilan
b) Investasi,
bank-bank Islam menginvestasikan dana yang ditempatkan pada dunia usaha (baik
dana modal maupun dana rekening investasi) dengan menggunakan alat-alat
investasi yang konsisten dengan syariah. Misalnya adalah kontrak almurabahah,
al-mudharabah, al-musyarakah, bai’ as-salam, bai’ al-ishtisna’, al-ijarah,danlain-lain
c) Jasa-jasa
keuangan, bank Islam dapat juga menawarkan berbagai jasa keuangan lainnya
berdasarkan upah (fee based) dalam sebuah kontrak perwakilan atau penyewaan.
Contohnya garansi, transfer kawat, L/C, dan sebagainya;[5]
d) Jasa
Sosial, konsep perbankan Islam mengharuskan bank Islam melaksanakan jasa
sosial, bisa melalui dana qardh(pinjaman
kebajikan), zakat, atau dana sosial yang sesuai dengan ajaran Islam.
kebajikan), zakat, atau dana sosial yang sesuai dengan ajaran Islam.
3.
Pemurnian dan Audit Syariah,,tanggung jawab utama bank syariah adalah menciptakan
kepercayaan bagi para deposan, serta meyakinkan bahwa operasionalnya telah sesuai
dengan ketentuan syariah. Untuk memurnikan operasional bank sesuai dengan
syariah, terdapat dua langkah utama yang harus dilakukan. Langkah pertama,
memastikan bahwa semua produk yang ditawarkan oleh bank syariah telah sesuai
dengan ketentuan dan opini dewan pengawas syariah. Langkah kedua, memberikan
jaminan bahwa semua transaksi yang dilakukan oleh bank syariah telah sesuai
dengan putusan dewan pengawassyariah.
4.
Audit eksternal,Auditor eksternal di samping berperan untuk memastikan
bahwa laporan keuangan bank telah disajikan secara profesional dan sesuai
dengan standar laporan keuangan, ia juga
harus memastikan bahwa keuntungan ataupun kerugian yang diungkapkan dalam laporan keuangan benar-benar merefleksikan kondisi bank sebenarnya, serta memastikan bahwa profit
yang dihasilkan bukan dari usaha yang bertentangan dengan syariah. Auditor eksternal harus memiliki kompetensi profesional dalam hal auditing dan pemahaman tentang bank syariah. Suksesnya seorang auditor sangat bergantung pada kinerja audit internal, jika audit internalnya lemah, auditor eksternal mungkin akan sangat susah untuk menjalankan tugasnya secara efektif. Audit eksternal yang melakukan pemeriksaan antara lain Bank Indonesia, akuntan publik, maupun pihak lainnya
harus memastikan bahwa keuntungan ataupun kerugian yang diungkapkan dalam laporan keuangan benar-benar merefleksikan kondisi bank sebenarnya, serta memastikan bahwa profit
yang dihasilkan bukan dari usaha yang bertentangan dengan syariah. Auditor eksternal harus memiliki kompetensi profesional dalam hal auditing dan pemahaman tentang bank syariah. Suksesnya seorang auditor sangat bergantung pada kinerja audit internal, jika audit internalnya lemah, auditor eksternal mungkin akan sangat susah untuk menjalankan tugasnya secara efektif. Audit eksternal yang melakukan pemeriksaan antara lain Bank Indonesia, akuntan publik, maupun pihak lainnya
.
d. Perbedaan Good Corporate Governance pada Bank
Syariah Dengan Bank Konvensioanal
Menurut Pasal 2 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008
tentang Bank Syariah (UU No. 21/2008), perbankan syariah dalam melakukan kegiatan
usahanya berasaskan prinsip syariah, demokrasi ekonomi,dan prinsip
kehati-hatian. Dalam penjelasan Pasal 2 dikemukakan kegiatan usaha yang
berasaskan berikut ini[6]
1) Prinsip syariah; 2) Demokrasi ekonomi yaknikegiatan ekonomi syariah yang
mengandung nilai keadilan, kebersamaan, pemerataan, dan kemanfaatan; dan 3)
Prinsip kehati-hatian adalah pedoman pengelolaan bank yang wajib dianut guna
mewujudkan perbankan yang sehat, kuat dan efisien, sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. Lebih lanjut prinsip syariah dijelaskan sebagai kegiatan
usaha yang tidak mengandung unsur: a) riba, yaitu penambahan pendapatan secara
tidak sah (batil) antara lain dalam transaksi pertukaran barang sejenis yang
tidak sama kualitas, kuntitas, dan waktu penyerahan (fadhl), atau dalam
transaksi pinjam-meminjam yang mempersyaratkannasabah penerima fasilitas
mengembalikan dana yang diterima melebihi pokok pinjaman karena berjalannya
waktu (nasi’ah); b) maisir, yaitu transaksi yang digantungkan kepada
suatukeadaan yang tidak pasti dan bersifat untung-untungan; c) gharar, yaitu
transaksi yang objeknyatidak jelas, tidak dimiliki, tidak diketahui
keberadaannya, atau tidak dapat diserahkan pada saat transaksi dilakkan,
kecuali diatur lain dalam syariah; d) haram, yaitu transaksi yang objeknya dilarang
dalam syariah; e) zalim, yaitu transaksi yang menimbulkan ketidakadilan bagi
pihak lainnya.
Berdasarkan prinsip-prinsip diatas maka perbedaan GCG
syariah dan konvensionalterletak pada syariah compliance yaitu kepatuhan
pada syariah. Makna kepatuhan syariah dalam bank syariah secara konsep
sesungguhnya adalah penerapan
prinsip-prinsip Islam,syariah dan tradisinya kedalam transaksi keuangan
dan perbankan serta bisnis lain yang terkait
secara konsisten dan menjadikan syariah sebagai kerangka kerja bagi sistem dan keuangan bank syariah dalam alokasi sumber daya, manajemen, produksi, aktivitas pasar modal, dan distribusi kekayaan.[7]Jaminan kepatuhan syariah (shari’a compliance assurance) atas keseluruhan aktivitas bank syariah merupakan hal yang sangat penting bagi nasabah dan ma syarakat.Ada beberapa indikator yang dapat digunakan sebagai ukuran secara kualitatif untuk menilai kepatuhan syariah dalam bank syariah, antara lain sebagai berikut:
secara konsisten dan menjadikan syariah sebagai kerangka kerja bagi sistem dan keuangan bank syariah dalam alokasi sumber daya, manajemen, produksi, aktivitas pasar modal, dan distribusi kekayaan.[7]Jaminan kepatuhan syariah (shari’a compliance assurance) atas keseluruhan aktivitas bank syariah merupakan hal yang sangat penting bagi nasabah dan ma syarakat.Ada beberapa indikator yang dapat digunakan sebagai ukuran secara kualitatif untuk menilai kepatuhan syariah dalam bank syariah, antara lain sebagai berikut:
1) Akad atau
kontrak yang digunakan untuk penyaluran dana sesuai dengan prinsip-prinsip dan
aturan syariah yang berlaku;
2) Dana zakat dihitung dan dibayar serta dikelola
sesuai dengan aturan dan prinsipprinsip syariah
3) Seluruh
transaksi dan aktivitas ekonomi dilaporkan secara wajar sesuai dengan standar
akuntansi syariah yang berlaku;
4) Lingkungan kerja dan corporate culturesesuai
dengan syariah;
5)
Bisnis dan usaha yang dibiayai tidak bertentangan dengan syariah;
6) Terdapat dewan pengawas syariah sebagai pengarah syariah atas keseluruhan aktivitas operasional bank syariah;
6) Terdapat dewan pengawas syariah sebagai pengarah syariah atas keseluruhan aktivitas operasional bank syariah;
7) Sumber dana berasal
dari sumber dana yang sah dan halal menurut syariah[8]Indikator-indikator
tersebut diatas merupakan prinsip-prinsip umum yang menjadi acuan umum bagi
manajemen bank syariah dalam mengoperasikan bank syariah. Kepatuhan syariah
dalam operasional bank syariah dinilai berdasarkan indikator-indikator tersebut
diatas,
yaitu apakah operasional bank telah dilaksanakan sesuai dengan indikator umum kepatuhan syariah tersebut.Selain kepatuhan pada syariah, dilihat dari struktur organisasi bank syariah, unsur yang membedakan dengan bank konvensional adalah adanya keharusan bank syariah memiliki Dewan Pengawas Syariah (DPS). DPS ini bertugas untuk mengawasi operasional bank dan produkproduk bank syariah agar sesuai dengan prinsip syariah. Hal ini karena transaksi transaksi yang berlaku dalam bank syariah sangat khusus jika dibandingkan bank konvensional. DPS harus membuat pernyataan secara berkala (biasanya tiap tahun) bahwa bank yang diawasinya telah berjalan sesuai dengan ketentuan syariah. Pernyataan ini dimuat dalam laporan tahunan (annualreport) bank bersangkutan. Tugas lain DPS adalah meneliti dan membuat rekomendasi produk baru dari bank yang diawasinya. Dengan demikian, DPS bertindak sebagai penyaring pertamasebelum suatu produk diteliti kembali dandifatwakan oleh Dewan Syariah Nasional (DSN).Selain DPS, Majelis Ulama Indonesia memiliki Dewan Syariah Nasional (DSN),fungsi utama DSN adalah mengawasi produk-produk lembaga keuangan syariah agar sesuai dengan syariah Islam. Untuk keperluan pengawasan tersebut, DSN membuat garis panduan produk syariah yang diambil dari sumber-sumber hukum Islam. Fungsi lain dari DSN adalah meneliti danmemberi fatwa bagi produk-produk yang dikembangkan oleh lembaga keuangan syariah.Panduan DSN ini menjadi pedoman bagi DPS untuk melakukan pengawasan terhadap produk-produk bank. Hal-hal tersebut diatas inilah yang tidak dimiliki oleh perbankan konvensional sehingga menjadi pembeda dengan bank syariah
yaitu apakah operasional bank telah dilaksanakan sesuai dengan indikator umum kepatuhan syariah tersebut.Selain kepatuhan pada syariah, dilihat dari struktur organisasi bank syariah, unsur yang membedakan dengan bank konvensional adalah adanya keharusan bank syariah memiliki Dewan Pengawas Syariah (DPS). DPS ini bertugas untuk mengawasi operasional bank dan produkproduk bank syariah agar sesuai dengan prinsip syariah. Hal ini karena transaksi transaksi yang berlaku dalam bank syariah sangat khusus jika dibandingkan bank konvensional. DPS harus membuat pernyataan secara berkala (biasanya tiap tahun) bahwa bank yang diawasinya telah berjalan sesuai dengan ketentuan syariah. Pernyataan ini dimuat dalam laporan tahunan (annualreport) bank bersangkutan. Tugas lain DPS adalah meneliti dan membuat rekomendasi produk baru dari bank yang diawasinya. Dengan demikian, DPS bertindak sebagai penyaring pertamasebelum suatu produk diteliti kembali dandifatwakan oleh Dewan Syariah Nasional (DSN).Selain DPS, Majelis Ulama Indonesia memiliki Dewan Syariah Nasional (DSN),fungsi utama DSN adalah mengawasi produk-produk lembaga keuangan syariah agar sesuai dengan syariah Islam. Untuk keperluan pengawasan tersebut, DSN membuat garis panduan produk syariah yang diambil dari sumber-sumber hukum Islam. Fungsi lain dari DSN adalah meneliti danmemberi fatwa bagi produk-produk yang dikembangkan oleh lembaga keuangan syariah.Panduan DSN ini menjadi pedoman bagi DPS untuk melakukan pengawasan terhadap produk-produk bank. Hal-hal tersebut diatas inilah yang tidak dimiliki oleh perbankan konvensional sehingga menjadi pembeda dengan bank syariah
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Bahwa konsep Good Corporate Governance antara
Bank Konvensional dengan bank syariah pada dasarnya adalah sama, namun yang menjadi
pembeda diantara keduanya ialahadanya syariah compliance yaitu kepatuhan
pada syariah, kemudian adanya Dewan PengawasSyariah (DPS) yang bertugas
meneliti dan membuat rekomendasi produk baru dari bank yangdiawasinya serta
melakukan pengawasan terhadap bank syariah bahwa kegiatan usaha yangdilakukannya
mematuhi prinsip syariah sebagaimana telah ditentukan oleh fatwa dan syariah
Islam. Serta adanya Dewan Syariah Nasional yang fungsi utamanya adalah
mengawasi produkproduk lembaga keuangan syariah agar sesuai dengan syariah
Islam.
Pada dasarnya, GCG adalah implementasi visi dan misi
perbankan syariah. Poin utamayang menjadi acuan dari visi ini adalah memenuhi
prinsip kehati-hatian (prudential banking).Sedangkan, poin misinya adalah
mempersiapkan konsep serta melaksanakan pengaturandan pengawasan berbasis
risiko untuk menjamin kesinambungan operasi perbankan syariahyang sesuai dengan
karakteristiknya.Implementasi GCG juga sangat memerlukan komitmen dan
keterlibatan semua pihak,baik pihak internal maupun eksternal bank syariah.
Melalui kerja sama yang harmonis dari seluruh elemen masyarakat, yang meliputi
alim ulama, tokoh masyarakat, nasabah bank, akademisi, dan pemerintah, bank
syariah dapat didorong untukselalu mematuhi prinsip-prinsip GCG sehingga bisa
membangun reputasi bank syariah sebagaiuswatun hasanah dan dapat memberi
kontribusi optimal dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat, mengurangi
kemiskinan,dan pengangguran
[1]Edy Wibowo dan Untung Hendy Widodo, Mengapa Memilih Bank
Syariah?,Bogor:GhaliaIndonesia,2005,h.33.
[2]Firani, “Menjadi Lebih Baik Dengan Good Corporate Governance
pada Perbankan”,<http://banking.
[3]Nur hisamsudin,
pengaruh good corporate governance terhadap kinerja
keuangan bank umum syariah,jurnal akuntansi univeristas jember.2010
keuangan bank umum syariah,jurnal akuntansi univeristas jember.2010
[4]Thomas
S. Kaihatu, “Good Corporate Governance dan Penerapannya di Indonesia,”2010
[5]Muhammad Syafi’i
Antonio, Bank Syariah: dari Teori ke Praktik , Jakarta: Gema Insani
Press, 2001
[6]Adrian
Sutedi, Perbankan Syariah : Tinjauan dan Beberapa Segi Hukum, Bogor:
Ghalia Indonesia, 2009,
[7]
Ibid hal,145
[8]
Ibid hal 146
Tidak ada komentar:
Posting Komentar